Sabtu, 27 April 2019

PEMERIKSAAN PAJAK


BAB I
PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang menurut ketentuan perundang-undangan tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang tujuannya untuk digunakan membiayai pengeluaran public sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Prinsip Pemungutan Pajak Menurut teori yang ada bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara.Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya.
Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT (Rukun Tetangga) terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran? Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini kepentingan wajib pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri.
Pengertian tunggakan pajak Tunggakan pajak merupakan pajak yang terutang ataupun yang belum dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, jumlah hutang pajak yang harus dibayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan tercantum dalam surat ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh wajib pajak ataupun penanggung pajak.
Dalam pelaksanaannya tidak semua wajib pajak atau penanggung pajak melunasi pajak yang terhutang tepat waktu.Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan hutang pajak tersebut belum juga dilunasi, maka dilakukkan biaya tindakan penagihan dengan pajak. Penagihan atau pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan penagihan pajak menegur memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan pelaksanaan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Prosedur penagihan pajak dimulai dari dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak.SKP tersebut berdasarkan Surat Pemberitahuan yang disampaikan dan disusun oleh wajib pajak sendiri yang dikenal dengan istilah self assessment system.
B.        RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dan tujuan pemeriksaan pajak?
2.      Apa saja ruang lingkup pemeriksaan pajak?
3.      Apa saja jenis dan jangka waktu pemeriksaan pajak?
4.      Apa saja metode dan tehnik pemeriksaan pajak?
5.      Apa saja pengertian penyidikan pajak ?
6.      Bagaimana penyelesaian sengketa melalui Direktorat Jendral Pajak?
7.      Bagaimana penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak?

C.    TUJUAN PEMBAHASAN MASALAH
1.      Agar mahasiswa memahami tujuan pemeriksaan pajak
2.      Agar mahasiswwa memahami ruang lingkup pemeriksaan pajak
3.      Agar mahasiswa memahami jenis dan jangka waktu pemeriksaan pajak
4.      Agar mahasiswa memahami metode dan teknik pemeriksaan pajak
5.      Agar mahasiswa memahami pengertian penyidikan pajak
6.      Agar mahasiswa memahami penyelesaian sengketa melalui direktorat jendral pajak
7.      Agar mahasiswa memahami bagaimana penyelesaian sengketa melalui badan penyelesaian sengketa pajak






BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PEMERIKSAAN PAJAK
Pemeriksaan pajak  adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan,mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan.

Sedangkan definisi pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”[1]

B.     TUJUAN PEMERIKSAAN PAJAK
Tujuan dari pemeriksaan pajak ialah  :
1.      Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
·         Harus dilakukan dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan restitusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17B Undang-Undang KUP
·         Dapat dilakukan dalam hal wajib pajak :
a.       menyampaikan SPT LB, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
b.      menyampaikan SPT rugi;
c.       tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi melampau jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat teguran;
d.      melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran usaha;
e.       WP OP yang akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau
f.       menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.      Tujuan lain, yaitu:
a.       Pemberian NPWP secara jabatan
b.      Penghapusan NPWP
c.       Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak
d.      Wajib pajak mengajukan keberatan
e.       Pengumpulan bahan guna menyusun Norma Perhitungan Penghasilan Netto
f.       Pengumpulan bahan guna menyusun Norma Perhitungan Penghasilan Netto
g.      Pengumpulan bahan guna menyusun Norma Perhitungan Penghasilan Netto
h.      Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
i.        Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
j.        Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

C.    RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN PAJAK
1.      Satu atau beberapa bulan (masa): ruang lingkup untuk menguji kewajiban pemungutan atau pemotongan. Seperti PPn, PPnBM, PPh pasal 21, PPh pasal 22, 23, 26, PPh pasal 4 (2)
2.      Bagian tahun pajak atau tahun pajak: menguji kewajiban PPh badan atau PPh OP. Tidak selalu 12 bulan. Contoh: bulan Mei sebuah perusahaan dibubarkan dan likuidasi bulan Agustus. Maka pemeriksaan tahun tersebut disebut bagian tahun pajak
D.    JENIS DAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN PAJAK
1.      Jenis Pemeriksaan:
a.    Pemeriksaan Lapangan dilakukan di tempat WP atas satu jenis pajak, beberapa jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun­tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.
b.   Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
2.      Jangka Waktu:
a.       Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
b.      Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tigabulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi yang terkait dengan transfer pricing dan atau transaksi khusus lain. Dalam hal pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan pajak.

E.     METODE DAN TEHNIK PEMERIKSAAN PAJAK
1.      Metode Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran pos­pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya, yang dilakukan secara langsung terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait.
2.      Metode Tidak Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran pos­pos Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk lampirannya, yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.
Pendekatan:
a.          Transaksi Tunai dan Bank;
b.         Sumber dan Penggunaan Dana;
c.          Penghitungan Rasio;
d.         Satuan dan/atau Volume;
e.          Pertambahan Kekayaan Bersih (Net Worth);
f.          Penghitungan Biaya Hidup
Tehnik Pemeriksaan Pajak
a.          Pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak;
b.         Pengujian keabsahan dokumen;
c.          Evaluasi;
d.         Analisis angka-­angka
e.          Penelusuran angka­angka (tracing)
f.          Penelusuran bukti
g.         Pengujian keterkaitan
h.         Ekualisasi atau rekonsiiasi
i.           Permintaan keterangan atau bukti
j.           Konfirmasi
k.         Inspeksi
l.           Pengujian kebenaran fisik
m.       Pengujian kebenaran pengitungan matematis
n.         Wawancara
o.         Uji petik (sampling)
p.         Teknik audit berbantuan computer (TABK)
q.         Teknik­-teknik lainnya.[2]

F.     PENGERTIAN PENYIDIKAN
Penyidikan tindak pidana di  bidang perpajakan adalah serangkaian taindakan yang dilakukan oleh penyidik,untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi,serta menemukan tersangkanya.[3]
Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan:
1.      yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili pengurus
2.      memenuhi rumusan undang-undang
3.      diancam dengan sanksi pidana
4.      melawan hukum
5.      dilakukan di bidang perpajakan
6.      dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara
Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan direktorat jenderal pajak yang diberi weewnang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
G.    WEWENANG PENYIDIK
Dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 44 jo. KEP-272/PJ/2002 Pasal 9 (2)
Wewenang Penyidik adalah :
1.      menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
2.      meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
3.      meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
4.      memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
5.      melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6.      meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
7.      menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
8.      memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9.      memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
10.  menghentikan penyidikan; dan/atau
11.  melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
H.    ASAS HUKUM PENYIDIKAN
1.      Asas praduga tak bersalah, yaitu bahwa setiap orang yang disangka, dituntut, dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap;
2.      Asas persamaan di muka hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dimuka hukum, tanpa ada perbedaan;
3.      Asas hak memeproleh bantuan/penasehat hukum,setiap tersangka perkara tindak pidana di bidang perpajakan wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya sejak dilakukan pemeriksaan terhadapnya.
I.       PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI DIREKTORAT JENDRAL PAJAK
Ketika Wajib Pajak memperoleh Surat Ketetapan Pajak dan merasa tidak puas atas ketetapannya, sesuai Pasal 25 UU KUP Wajib Pajak bisa mengajukan upaya hukum keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak yakni Ke Kantor Pelayanan Pajak/ Kantor Pelayanan Pajak Bumi Bangunan. Selengkapnya ketentuan pasal 25 UU KUP menyatakan sebagai berikut :[4]
Ayat (1)   : Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak  atas suatu:
a.       Suatu Ketetapan Pajak Kurang Bayar
b.      Suatu Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
c.       Suatu Ketetapan Pajak Bayar Lebih
d.      Surat Ketetapan Pajak Nihil
e.       Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Ayat (2)      :Keberatan diajukansecara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakanjumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
Ayat (3)      : Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
Ayat (4)     : Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan
Ayat (5)   : Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman surat keberatan pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan
Ayat (6)   : Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktorat Jenderal Pajak wajib memberikan keterangansecara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak.
Ayat (7)   : Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
Sementara untuk masalah kepabeanan, Wajib Pajak bisa mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai sesuai  UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dalam waktu 30 hari sejak penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk yang harus dibayar sesuai Pasal 93 dan juga terhadap pengenaan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat 1 UU tersebut.
      Begitu juga dengan pajak daerah yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000, bahwa wajib pajak bisa mengajukan keberatan kepada kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk yang telah menertibkan ketetapan pajak yang berupa:
1.      Surat Ketetapan Pajak Daerah
2.      Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
3.      Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
4.      Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar
5.      Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil
6.      Pemotongan atau pungutan oleh pihak ketiga berdasar peraturan perundang-undangan pajak daerah yang berlaku.
Untuk dapat mengajukan upaya hukum keberatan, maka Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan berikut yakni :
1.      Diajukan tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia
2.      Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya
3.      Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak disertai alasan yang jelas
4.      Untuk satu surat keberatan diajukan terhadap satu ketetapan pajak atau pemotongan/pemungutan pajak

Setelah kantor pajak melakukan proses pemeriksaan, sesuai Pasal 26 ayat 3 UU KUP, ada 4 kemungkinan keputusan yang diterbitkan Direktur Jendral Pajak yakni :
1.      Ditolak karena tidak ditemukan cukup bukti. Dengan keputusan seperti itu Wajib Pajak hanya bisa membayar utang pajak yang ditentukan atau banding ke Pengadilan Pajak
2.      Diterima Sebagian jika hanya sebagian alasan dan bukti yang mendukung untuk dikuranginya jumlah pajak
3.      Diterima Seluruhnya karena bukti dan alasan yang mendukung untuk diterimanya seluruh keberatan
4.      Menambah ketetapan pajak apabila setelah pemeriksaan mendapat bukti yang menambah jumlah ketetapan pajak



J.      PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
Jika wajib pajak masih tidak puas dengan keputusan Direktur Jendral Pajak, maka Wajib pajak bisa mengajukan hukum banding ke pengadilan pajak sesuai UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
1)      Upaya Banding
Jika wajib pajak masih tidak puas dengan keputusan Direktur Jendral Pajak, maka Wajib pajak bisa mengajukan hukum banding ke pengadilan pajak sesuai UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
Dalam ketentuan Pasal 1 UU Pengadilan Pajak yang dimaksud dengan banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan Wajib Pajak terhadap keputusan yang dapat di bandingkan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Apabila Wajib Pajak akan mengajukan upaya hukum banding, haruslah memenuhi syarat-syarat berikut :
1.      Permohonan diajukan secara tertulis menggunakan Bahasa Indonesia
2.      Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan perpajakan yang diajukan banding atau 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai keberatan kepabeanan dan cukai. Pengakuan banding 3 (tiga) bulan tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon banding
3.      Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding
4.      Mencantumkan alasan-alasan yang jelas dan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding
5.      Melampirkan salinan keputusan yang dibanding dan bukti-bukti pendukung lainnya, termasuk melampirkan Surat Setoran Pajak
6.      Melunasi 50% dari jumlah yang terutang atas keputusan yang dibanding[5]
2)      Upaya Gugatan
Selain banding, wajib pajak juga bisa melakukan upaya hukum gugatan. Gugatan adalah upaya hukum yang bisa dilakukan Wajib Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajakatau terhadap keputusan yang dapat digugat berdasar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Gugatan juga dapat diajukan oleh Wajib Pajak dalam hal lainnya seperti diatur dalam Pasal 23 ayat 2 UU KUP. Selengkapnya ketentuan Pasal 23 ayat 2 UU KUP menyatakan bahwa ‘Gugatan’ Wajib Pajak terhadap :
a)      Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Pengumuman Lelang
b)      Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat 1 dan Pasal 26
c)      Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak
d)     Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak yang hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak
Untuk dapat mengajukan gugatan, maka harus dipenuhi syarat berikut :
a)      Diajukan tertulis dalam Bahasa Indonesia
b)      Jangka waktu gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan, sedangkan untuk gugatan terhadap keputusan adalah 30 hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu tersebut tidak mengikat apabila tidak bisa dipenuihi karena keadaan diluar kekuasaan penggugat. Dan untuk hal itu maka penggugat medapat perpanjangan 14 hari sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
c)      Terhadap satu pelaksanaan penagihan atau satu keputusan diajukan satu surat gugatan.


















BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Fungsi dan tujuan pemeriksaan pajak secara keseluruhan adalah supaya Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya dengan benar.Benar karena Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya sesuai keadaan sebenarnya.Tidak ada yang ditutupi, tidak ada yang disembunyikan dan terbuka.Benar karena Wajib Pajak telah menghitung pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku.
1.      Ada banyak ketentuan dalam melakukan pemeriksaan pajak, secara garis besar diantaranya yaitu :
a.       Ruang Lingkup pemeriksaan
b.      Kriteria Pemeriksaan
c.       Jenis Pemeriksaan
d.      Jangka Waktu Pemeriksaan
e.       Jangka Waktu RestitusiPajak
f.       Penyelesaian Pemeriksaan
g.       Pertemuan dengan Wajib Pajak
h.      Peminjaman Dokumen dan Penyegelan
i.        Permintaan Keterangan
j.        SPHP dan Closing Conference
2.      Setiap dilakukan pemeriksaan pajak oleh kantor pajak, Wajib pajak mempunyai kewajiban dan haknya yang telah ditentukan oleh perundang –undangan.
B.     SARAN
Sebagai umat manusia yang tak pernah lepas dari salah, kami selaku penulis hanya melampirkan materi yang terbaik, jika ada ditemukan kesalahan- kesalahan dalam penulisan mohon dimaafkan.Semoga mkalah ini dapat menjadi referensi bagi yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA
Soemit ro, Rochmat, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Bandung: PT ERESCO,
     1992.
Suandi, Erly, Hukum Pajak. Edisi Kelima, Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Resmi,Siti, Perpajakan Teori Dan Kasus.Edisi Ketujuh Buku I. Jakarta : Salemba
    Empat, 2010









[1] Suandi, erly, hukum pajak. Edisi kelima,( jakarta: salemba empat, 2011) hlm 56
[2] Resmi,Siti, Perpajakan Teori Dan Kasus.Edisi Ketujuh Buku I. (Jakarta : Salemba Empat, 2010) Hlm 98
[3] Rochmat soemitro, penganter singkat pajak (bandung :PT ERESCO, 1992) hlm 33
[4] Http://WWW.Pajak.Go.Id/Content/Pemeriksaan-Pajak.Html. Di Akses Pada 02 April 2019 Jam 20: 34
[5] Http://Pajaktaxes.Blogspot.Com/P/Pemeriksaan.Html . Di Akses Pada 02 April 2019 Jam 20: 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar